Juni Dan Jani Yang Sok Berat
" lantas apakah kita hanya disuruh menggelinding saja bagai bola sodok bagai roda pedati?"
"Tentu tidak, buatlah suatu gerakan persatuan' mahasiswa"
"Tentu tidak, buatlah suatu gerakan persatuan' mahasiswa"
Sapardi djoko damono
Darmakritika - Lampung sedang berangkat menjelang siang tatkala dengan seorang pria jelek menyusuri jalanan kota Bandar Lampung. Kota kecil tempat masyarakat disini mencari ilmu dari desa ke kota. Tubuh kurus di balut jaket denim kumal yang lupa kapan terakhir kali ia cuci. Rambut setengah keriting menutupi wajahnya yang tidak seberapa itu entah terakhir kapan ia keramas. Tidak lupa dengan sepatu kets yang sudah usang mengiringi langkah kakinya ke setiap penjuru tempat yang pernah ia singgahi.
Nahas, nasib baik tidak berpihak kepadanya. Seakan dipanggilnya denyut nadinya melalui arloji mengingatkan bahwa jam perkuliahan mata kuliah pembentukan karakter sebentar lagi dimulai tanpa pikir panjang ia pun langsung menyulut api mengambil sebatang rokok di tas slempang yang ia beli di pasar tengah dengan harga yang cukup murah hanya sekitar tiga puluh ribu, ia sadar sesudah membaca buku das kapital nya karl max bahwa nilai guna lebih penting daripada nilai harga, dari sana lah inspirasi ia untuk membeli barang barang murah haha. sesaat ketika ingin memutar tubuh dan beranjak saat itu ia pun menabrak seseorang.
Satu buah buku jatuh berserak ditanah. "maaf". ujar juni sambil menunduk hendak mengambil buku yang tadi terjatuh. "enggak apa - apa" timpal jani bersama iringan suara lembutnya. Gadis itu tersipu malu dan menunduk mohon diri agar pamit seakan terhipnotis, dia tersenyum simpul seraya berpikir betapa kikuknya ia tadi. Selang tempo 2 hari Bandar Lampung tidak begitu bersahabat terlihat di setiap langit yang telanjang dibarengi dengan air tuhan yang turun rintik - rintik dari langit sembari membasahi jaket denim yang kumal. Sembari menunggu jam perkuliahan juni bergegas melangkah menuju kantin mahasiswa, ia duduk membelakangi gedung kampus, ketika menoleh untuk memesan es teh seperti biasa terlihat sosok yang memakai kemeja merah yang sedang asyik komat kamit membaca buku, ia lebih memilih tenggelam dalam dunia yang dibuat oleh mundiri tentang samarkondi, sentuhan kecil di pundak membuatnya melepaskan pandangan dari buku itu.
"lho kamu?" seraya menunjuk juni. "kamu disini ngapain?" timpal juni.
Mereka kemudian berbincang perihal sistem akademisi yang mengatur jam perkuliahan yang di ubah sewenang wenang oleh pihak akademisi, padahal mengenai peraturan tersebut bahwasannya setiap mahasiswa yang sudah menginjak semester III dan seterusnya bisa menyusun kartu rencana studinya masing - masing ketika sudah membayar uang BPP. Tapi anehnya kebanyakan mahasiswa yang sudah mengatur kartu rencana studinya masing - masing malah berubah dengan sendirinya, contoh jani yang sudah merasakan itu. Ia jadi repot - repot datang ke kampus pada siang hari padahal waktu itu sengaja ia susun di waktu pagi hari karena di siang harinya ia harus mengurusi ibunya yang sakit ketika itu, lantas apa yang bisa jani lakukan.
Seharusnya kepada pihak akademisi melakukan tindakan atas ketimpangan sistem yang mengatur tentang kartu rencana mahasiswa dan segera melakukan evaluasi, jika ingin melakukan perubahan atas kartu rencana tersebut, kenapa tidak sekalian pihak akademik yang menyusun kartu rencana mahasiswanya dari situ kami tidak usah repot untuk mengatur jadwal perkuliahan lagi. kehendaknya agar hal - hal seperti itu tidak akan terjadi lagi kedepannya. (husnay)
Komentar
Posting Komentar