Jangan sampai diatas Kegegoisan
Darmakritika - Saya malu sebenarnya ketika harus menulis tentang ini. Jangankan ketika menulis, memikirkan idenya pun menggelikan. Terkesan berlebihan dan tidak maskulin. Iya, saya tau. Jadi, sah-sah saja jika setelah tulisan ini dipublikasikan, gelar lelaki chauvinisme yang saya miliki akan dicabut. Hahaha
Ketika mulai mengetikan huruf-huruf ini, jam di layar kanan perangkat saya menunjukkan angka 03:14 waktu setempat kurang lebih. Bukan, bukan karena itu waktu sakral untuk menulis. Tapi seyogyanya memang pada jam segitu lah saya menulis. bukan, bukan karena waktu dan suasana sakral hehehe. Alhasil, berkali-kali hapus sana hapus sini, dan berkali-kali juga menuju dapur untuk membuat Indomie goreng double yang terkenal candu itu.
Iya, ini curcol. Jadi kamu nggak boleh protes.
Akhir-akhir ini banyak hal bodoh yang lalu-lalang di depan mata saya. Beberapa orang mengatakan, manusia terlalu dipusingkan oleh perihal yang remeh temeh. Tentang bagaimana mereka terlalu ribut soal SIAPA. Tentang bagaimana mereka selalu crocos dengan negativitas terhadap seseorang. Tentang bagaimana pilihan untuk menjadi manusia yang baik terkadang tidak terlalu berguna. Jika kamu salah satu diantara umat penganut kalimat: "That's a life, Dude" nan taat, maka maaf sepertinya kita tidak dapat pergi ke ngopi bersama lagi.
Tapi barangkali disini kita dapat belajar bahwa menjadikan kepentingan orang lain diatas kepentingan kita adalah sebuah KEBENARAN. Dogma yang diajarkan sedari sekolah dasar tersebut nyatanya sudah tidak laku di medio milenium seperti saat ini. Bahwa menjadikan diri kita tulus, setia dan terbuka bagi orang lain dapat menjadi sebuah investasi kita kedepannya.
Teori The beautiful hands Adam Smith mengajarkan: dalam sebuah marketplace ada tentunya tangan penjual dan pembeli bertemu dengan keindahan yang diataskan atas dasar membutuhkan satu sama lain.
Saya akan menjadi barisan pertama penentang bagi mereka yang percaya jika dunia akan jadi lebih baik dengan sikap keegoisan. Cih. Sungguh kejam orang yang berpikir egois : mereka yang kejam adalah mereka yang bertahan. Saya tidak berkata bahwa saya yang benar. Barangkali saya sendiri yang buta. Mungkin saya sendiri yang tidak memahami realitas. Atau mungkin saya sendiri yang keropos dalam berperilaku dan bersikap. Tapi saya jamin, rating-mu sebagai manusia nantinya akan ikut turun juga kok.
Saya memilih untuk kecewa pada Tuhan, untuk kecewa pada teman, untuk kecewa pada siapapun yang memihak pada kekonyolan semacam ini. Beruntung sekali saya tidak dibekali kemampuan untuk mengazab manusia lain. Toh, kita semua sebenarnya tahu dan mengerti bahwa manusia ditakdirkan untuk bersama dan tunduk pada tuhan. Yang mengajarkan cinta dan kasih yang nantinya menghasilkan kebersamaan Iya kan?
Tampaknya, jarak memang diperlukan saat ini. Sudahlah, saya simpan rapat semua kata TAPI ini. Di tempat yang sama, tidak kemana-mana. Tapi, saya disini karena memang sudah kewajiban saya untuk disini. Kewajiban untuk selalu hormat, sekalipun dengan cara yang berbeda. Kewajiban untuk melakukan apa yang harus dilakukan.
Apakah saya dendam? Belum. Apakah saya tulus? Jangan harap.
Komentar
Posting Komentar