“Selamat atas dirimu yang terpenjara dalam kebodohan”


“dirimu adalah dirimu,diriku adalah diriku, sesulit itu dirimu menentukan pilihan hidupmu??? Sepertinya dirimu kurang pemahaman layaknya seperti orang terpenjara yang tidak tahu salahnya apa, atau dirimu sendiri yang memenjarakan pikiranmu itu? Atau dirimulah yang telah membunuh akalmu sendiri? Sehingganya dirimulah yang menjadi tersangka atas kesalahanmu ini? Sungguh kasihan atas dirimulah yang menolak untuk tau apa-apa atas apa yang telah dirimu lakukan, selamat untuk dirimu yang terpenjara dalam kebodohan” annisa soraya

Hari ini… kamis,20 juli 2021. Aku menyambangi rumah seorang teman, Ia terlalu naïf untuk tidak dibilang seorang maestro pemikir, bahkan jika semesta berani untuk angkat suara, mungkin… ia pun akan bersaksi bahwa ia adalah seorang yang sangat piaway dalam memikirkan hakikat seorang manusia.

Namun. apa mau dikata, kini Ia dibenturkan oleh beberapa persoalan yang menurutku seolah itu adalah hal yang hanya akan mengikuti arus kehidupan yang sejatinya sedari awal persoalan itu adalah hegemoni yang telah dibuat oleh para pendosa yang hanya memikirkan dirinya dan golongannya. Bahkan dari awal hingga saat ini, persoalan tersebut selalu saja mengeluarkan dogma yang menempel pada setiap pikiran para manusia yakni Nepotisme.

Pada saat berlindung dari hujan yang sepertinya hari itu marah juga kepadaku, sampai akhirnya itulah kenapa aku pun berada dirumah temanku, dalam keheningan rumah yang hanya terdengar suara jarum jam, tik..tik..tik.. tak lama temanku datang membawakan segelas kopi, kemudian akupun membuka suasana hening dengan sebuah Tanya. “ucap si itu, kau masuk kedalam sebuah lembaga otonom pemerintah ya?” “iya, memang kenapa?” “tidak, kenapa kau masuk?” “aku masuk bukan karena kehendakku, namun. Itu adalah kehendak orang-orang yang berada didekatku, bahkan lebih dekat dari aku dan kau, toh itu pun jelas pekerjaannya sambil menunggu kita untuk mati” “oh gitu, sambil kutegukkan kopi yang telah disuguh”.

tak lama kemudian aku kembali mengikuti awan, sembari pikiran liarku bersavana dalam jagat dunia didalam diriku {otak) lantas jika seorang maestro pemikir saja berpikir seperti itu bak seperti air yang mengalir saja, terlebih bagaimana orang lain berpikir untuk diri mereka mau seperti apa? Apakah mereka hanya akan mengikuti nada lagu sesuai note yang telah ditentukan tanpa membuat akar-akar nada yang lain jua?

Aku takut, salah-salah nanti ketika aku membual jika tukang rongsok saja penghasilannya bisa mencapai 30 juta perbulan, semua orang berbondong-bondong ingin menjadi tukang rongsok juga? Ah bodoamat lah apa peduliku terhadap mereka yang berpikir seperti itu….

Aku fokus saja bagaimana caranya mereka bisa mengenal dirinya masing-masing tanpa peduli mereka mengenalku atau tidak, toh Tuhan Ya Rohman Ya Rohim kan….

Komentar

Postingan Populer